- TIEN ROSTINI ASIKINMengangkat Budaya Lokal ke Tatanan Budaya Global
30 Jan 2002 - 10:17 pm
Menggali serta mengangkat Seni dan Budaya Sunda yang hampir tenggelam di tengah-tengah kehidupan masyarakat Sunda itu sendiri, bukanlah suatu hal yang mudah. Disamping kita harus mempunyai keahlian dalam salah satu bidang seni yang akan kita tumbuh kembangkan, ketekunan dan kegigihan merupakan modal utama yang harus dimiliki bagi para seniman yang ingin mengangkat harkat dan derajat kesenian tersebut. Apalagi dengan membawa misi mengangkat budaya lokal ke tatanan budaya global.
Sebagai orang Sunda kita boleh bangga karena kita memiliki salah seorang Tokoh Seni sekaligus Budayawati Sunda yang dapat dikatakan sebagai pejuang seni. Dalam usianya yang telah melewati setengah abad masih terus berusaha menggali dan mengangkat budaya Sunda melalui Studio Seni Palataran Pakujajar Sipatahunan, beliau tiada lain adalah Tien Rostini atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ema Ageung.
Tien Rostini Asikin merupakan salah seorang Tokoh Seni sekaligus Budayawti Sunda yang lahir di Sukajadi Bandung pada tanggal 31 Januari 1942. Oleh para seniman dan kerabat dekat, Tien Rostini biasa dipanggil Ema, ada juga yang menyebut Ema Ageung. Panggilan Ema terasa akrab dan menyiratkan rasa jalinan tali kekeluargaan.
Selain itu kata Ema dalam konteks kehidupan orang Sunda mengandung makna yang dalam, bisa diartikan sebagai orang yang dituakan. Bernuansa kasih sayang antara anak dan ibu kandungnya dan adanya pertautan emosi antara yang tua dan generasi muda serta memiliki arti ibu yang bijak dan penuh kesederhanaan. Hal ini sangat tepat, karena Tien Rostini Asikin oleh para seniman telah dianggap sebagai indung sarerea, guru atau pun teman dalam bertukar pikiran mengenai pengembangan kesenian Sunda.
Dalam mengelola Studio Seni Palataran Pakujajar Sipatahunan, Ema Ageung memperoleh dukungan penuh dari suaminya Asikin, mantan Direktur Teknik dan Operasional Jalan Tol Pondok Indah Cikunir Jakarta, Pimpinan Proyek Jalan Tol Jagorawi dan Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Serta mantan pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal BIna Marga yang diperbantukan pada PT Jasa Marga Persero.
Hampir setiap hari selalu ada saja kegiatan kesenian di rumah kediaman Ema Ageung ini. Tidak jarang rumahnya dijadikan tempat berdiskusi para seniman yang ada di Jawa Barat, Banten serta DKI Jakarta. Rumahnya yang terbilang sederhana berlokasi di Kompleks Perumahan Bina Marga, sekitar 500 meter dari terminal Baranang Siang Bogor. Sejak tahun 1984 rumahnya ini juga merupakan Studio Seni Palataran Pakujajar Sipatahunan yang merupakan sarana untuk membentuk generasi muda Sunda yang cageur, bageur, singer dan mencintai budayanya sendiri.
Salah satu tujuan dari didirikannya wadah kegiatan seni ini, diantaranya adalah untuk menggali, melestarikan dan mengembangkan kesenian Sunda. Menurut Ema Ageung selaku penggagas, pendiri, sekaligus pemilik serta pengelola Studio Seni Palataran Pakujajar Sipatahunan, dewasa ini sudah banyak seniman dari kalangan selebritis dan akademis yang menyempatkan datang ke padepokannya. Secara sukarela Ema Ageung juga mentransfer keahliannya dan saling tukar pemikiran tentang kreativitas seni.
"Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa masih banyak orang Sunda yang masih ajeg napak dina akar kasundaan," kata Tien penuh optimisme.
Darah seni yang dimiliki Tien Rostini mengalir dari kedua orang tuanya yang juga seorang seniman Sunda. Mereka telah membesarkan Tien Rostini sehingga dirinya menjadi seorang seniman tingkat Nasional. Sang ayah yang berkedudukan sebagai Pangreh Praja serta penggemar berat tembang Cianjuran, Kliningan serta Seni Penca bernama R.H. Inan Ratman. Ibundanya tercinta seorang sastrawan, seniman karawitan dan juga pencipta lagu. Di era tahun enam puluhan salah satu lagu ciptaannya yang terkenal adalah Jalir yang sering mengudara di RRI. Kakaknya Ika Rostika, juga seniwati Sunda dengan grup keseniannya Ganda Mekar. Adiknya Ida Rosida menaruh minat dan kecintaannya yang cukup besar terhadap terhadap kesenian Sunda.
Ketika berusia 10 tahun, Tien kecil belajar tari di Badan Kesenian Indonesia (BKI) yang sekarang menjadi Yayasan Pusat Kebudayaan di Jalan Naripan Bandung. Kemudian belajar Tari Sunda pada pakar Tari R. Tjetje Somantri dan R. Oni Kartadikusumah dari Bandung. Seni tari yang dipelajari Tien Rostini lebih menekankan pada pembinaan hasil, sehingga pada tahun 1956 Tien muda berhasil menggondol juara pertama pada pasanggiri tari tingkat Jawa Barat.
Dalam dunia kawih Tien Rostini juga mempunyai prestasi yang cukup membanggakan. Hal ini terbukti Tien Rostini telah berhasil meraih prestasi sebagai juara pertama pasanggiri kawih (nyanyi), serta juara pertama pada pasanggiri tembang/kawih di Sukabumi. Bukan tari dan tembang saja yang dikuasai Tien Rostini, Pencak Silat juga dikuasainya dengan baik. Sehingga Tien Rostini juga mendapat julukan sebagai Jawara.
Atas jasanya di dunia persilatan, ia pun dikukuhkan sebagai Sesepuh Jawara dan Ketua Pembina Pencak Silat Padjadjaran Nasional. Di dunia seni peran, Tien Rostini juga pernah menghiasi layar lebar dengan turut serta main dalam Film Desa yang Dilupakan dan Jumpa di Perjalanan bersama Soekarno M. Noor, Fifi Young, Indriarti, Iskak, Eddy Sud, Ateng dan Bagio.
Atas kerja keras yang dilakukannya Tien mendapat beberapa penghargaan diantaranya dari USA Departement Of State Certificate In Asia Pasific American Heritage Point at The Foreign Service Institute, Citra Karier Berprestasi 2000 Jimmy Enterprise. Selain itu juga Tien Rostini Asikin merupakan salah seorang Anggota Kehormatan Daya Mahasiswa Sunda, Ketua Yayasan Samida, Pembina Pendekar Pajajaran, Ketua Badan Pembina Seni Budaya Sunda DKI Jakarta, Penasehat Dewan Kesenian Jawa Barat, Penasehat PEPADI Kota Bogor, Penasehat BKKNI Kota Bogor dan Dewan Penyantun Akademi Kesenian Bogor.
Salah satu karyanya pernah direkam oleh Gemini Record pada tahun 1975 dalam Wanda Tembang Sunda dan Degung, berjudul Deudeuh Asih.