TAMAN BUDAYA JABAR WAHANA APRESIATIF DAN MINIATUR PENTAS SENI JAWA BARATOleh: Nana Munajat

17 Apr 2002 - 2:43 am

Taman Budaya Jawa Barat (TBJB) didirikan pada tahun 1991, berlokasi di Kawasan Dago Tea House, dengan luas area sekitar 4 hektar. TBJB memiliki fasilitas gedung teater tertutup, teater terbuka, gallery (ruang pameran), sekertariat, sanggar olah seni dan cafetaria.

Secara fisik TBJB dapat dikatakan ideal untuk kegiatan kerja kreatif para seniman di Jawa Barat. Tetapi pada kenyataannya menghidupkan TBJB tak semudah membalikan telapak tangan. Banyak sekali problematika yang dihadapi TBJB, mulai dari fasilitas pendukung sampai masalah pendanaan serta Sumber Daya Manusia (SDM) yang serba terbatas. Sehingga tuntutan masyarakat untuk memfungsikan TBJB belum bisa terpenuhi secara optimal.

Lembaga ini baru dikenal masyarakat secara luas berkat tangan kreatif seorang seniman karawitan Nano Suratno. Secara jujur beberapa seniman dan budayawan menyatakan, bahwa TBJB setelah ditangani oleh Nano Suratno, S.Kar mulai menampakan eksistensinya. Padahal konsep yang ditawarkan oleh pengelola TBJB yang juga Seniman Sunda kawakan ini sangatlah sederhana.

Dalam pengelolaan TBJB, Nano mengadopsi falsafah "Warung Nasi". Walaupun tempatnya di tempat terpencil, apabila menu dan cara penataan serta masakannya memenuhi selera pemesan, maka warung nasi tersebut akan diburu pembeli.

Ternyata konsep yang sederhana itu membuat TBJB mulai menampakkan eksistensinya sebagai Taman Budaya Jawa Barat. Selama kurun waktu kepemimpinan Nano, baik secara kuantitas maupun kualitas agenda kegiatan TBJB mulai memperlihatkan peningkatan. Beberapa materi kesenian yang sifatnya apresiatif mulai ditampilkan dan digelar secara berkala. Langkah seperti ini menjadikan lahan bagi para guru khususnya yang ada di wilayah Kota Bandung untuk menggiring para siswanya berapresiasi seni. Sebelumnya, mungkin hal ini merupakan salah satu peluang yang sangat sulit ditemukan.

Program TBJB lainnya seperti temu karya para seniman muda yang digali dari setiap daerah. Hal lainnya yang tidak kalah menarik adalah, lomba seni atau pasanggiri, eksperimentasi karya seni, seminar, workshop, sarasehan, penerbitan buku, dan seabreg kegiatan seni lainnya yang membuat TBJB lebih bergairah.

Hal lainnya yang juga merupakan penentu dan perlu mendapat perhatian khusus, adalah adanya kepedulian dari para seniman baik dari kalangan tua, muda baik yang beraliran tradisional, pop maupun modern untuk mengisi acara di Taman Budaya Jawa Barat ini. Dengan tanpa pamrih, cukup dengan pengakuan dari pihak Pengelola TBJB mereka begitu antusias mempersiapkan pentas seninya dengan tujuan untuk menghidupkan TBJB.

Kini pengelolaan TBJB telah beralih tangan dari kepemimpinan Nano S kepada Iyus Supriatna, S.Sos. Siapapun pemimpin pengelola TBJB memiliki tanggungjawab yang sama yakni untuk memberdayakan TBJB yang merupakan milik dan wahana apresiatif para seniman Jawa Barat untuk konsumsi masyarakat luas baik itu masyarakat Sunda itu sendiri, Wisatawan Nusantara (Wisnu) maupun Wisatawan Mancanegara (Wisman). Dengan demikian, diharapkan TBJB akan menjadi Wahana apresiatif dan miniatur dari pentas Seni dan Budaya masyarakat Jawa Barat baik untuk masyarakat Jawa Barat itu sendiri, maupun unruk para Wisnu dan Wisman. Sehingga melalui TBJB, Seni dan Budaya Sunda dapat tumbuh dan berkembang serta menampilkan eksistensinya di Tatar Sunda sendiri. Semoga!