SENI JENTRENG ATAU TARAWANGSA DARI RANCAKALONGOleh: Yuli YS

11 Jun 2002 - 3:21 am

Kesenian tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi kebudayaan yang hidup dalam masyarakat penyangganya. Sejak dulu masyarakat Sunda terkenal dengan budaya ngahuma atau berladang. Karena itu kesenian yang tumbuh di masyarakat Sunda selalu terkait dengan mitos Dewi Sri. Begitu pula dengan kesenian Jentreng atau lebih terkenal dengan sebutan Tarawangsa.

Seni Jentreng atau Tarawangsa adalah kesenian yang tumbuh dari pola kehidupan bertani masyarakat Rancakalong Kabupaten Sumedang. Seni Jentreng adalah upacara ritual yang berhubungan dengan magis religius untuk menghormati Dewi Sri. Masyarakat Rancakalong menyebutnya dengan nama Kersa Nyai dengan tujuan supaya Kersa Nyai tetap tinggal dan betah di Rancakalong. Hal ini sesuai dengan kebiasaan masyarakat yang menempatkan Seni Jentreng sebagai media pokok dalam penyelenggaraan upacara Nyalin atau panen padi.

Tidak diketahui dengan pasti kapan kesenian Jentreng mulai hidup. Namun asal mula kesenian Jentreng menurut cerita yang beredar di masyarakat adalah, konon pada jaman baheula, di Tatar Sunda tidak ada bibit padi. Sehingga masyarakat Sunda pada waktu itu tidak dapat mengkonsumsi beras untuk makan sehari-hari. Untuk memenuhi kebutuhan perutnya, mereka mengganti beras dengan biji hanjeli.

Masyarakat Sunda pada masa itu sering mengamen ke daerah-daerah lain. Mereka pergi mengamen sampai ke wilayah Mataram. Kemungkinan besar Mataram pada waktu itu adalah daerah penghasil beras yang terkemuka. Muncul keinginan pada si pengamen atau penabuh untuk mendapatkan bibit padi sehingga dapat ditanam di daerahnya. Keinginan tersebut mendorong si penabuh untuk membawa bibit padi dari Mataram untuk dibawa ke daerahnya. Namun usahanya tersebut beberapa kali mengalami kegagalan karena diketahui penjaga gerbang Mataram. Untuk ketiga kalinya penabuh mencoba membawa bibit padi dan disembunyikan dalam alat musik yang dibawanya, yaitu Tarawangsa. Kali ini usahanya berhasil dan dia dapat menanam padi tersebut di Tatar Sunda. Sejak saat itu Tatar Sunda menjadi salah satu penghasil beras yang utama.

Untuk mengungkap rasa syukurnya, masyarakat Sunda setiap selesai panen melakukan upacara ritual untuk menghormati Dewi Sri. Pada masyarakat Rancakalong, upacara itu disebut Jentreng atau Tarawangsa.

Tarawangsa adalah instrumen gesek yang bentuknya mirip rebab. Resinatornya terbuat dari kayu berleher panjang dan bersenar 2 utas. Acara tersebut diisi dengan tari-tarian yang diiringi dengan petikan alat musik Tarawangsa dan Kecapi. Seni Jentrengpun dipakai untuk memperingati hari-hari besar Islam. Sampai sekarang kesenian Jentreng masih tetap hidup, meskipun tidak berkembang luas seperti tari pergaulan lainnya. Masih terpeliharanya kesenian ini, karena diwariskan secara turun temurun oleh saehu (pemimpin kelompok) kepada keturunannya. Adapun ketidak berkembangannya, karena kesenian ini tidak dapat dipelajari seperti Jaipongan atau tari pergaulan karena masih kuat unsur religius didalamnya.


Sumber: Majalah Nuansa Wisata
(Nomor: 1/Pebruari 2001)