- UPACARA MEMAYU DI TRUSMI CIREBON
19 Jun 2002 - 6:13 am
Cirebon merupakan salah satu Kota Budaya di Pulau Jawa yang terletak disebelah Utara ujung paling Timur Propinsi Jawa Barat. Dewasa ini yang dinamakan daerah Cirebon adalah wilayah bekas Keresidenan Cirebon yang terdiri dari Kabupaten Cirebon, Kuningan, Majalengka, Indramayu dan Kotamadya Cirebon.
Berawal dari seorang Pangeran (Panembahan) dari Kerajaan Pajajaran yang mengalami keterasingan/terusir oleh saudaranya. Ia melakukan pengembaraan hingga pada waktu dini hari/subuh sampailah ke Wilayah Trusmi (dulunya tempat tersebut tidak memiliki nama) dan ia mencari air untuk wudhu, namun ia tidak mendapatkannya. Berkat rahmat dari Alloh SWT munculah air dibalik daun-daun, sampai akhirnya ia menetap diwilayah tersebut. Sebagai penyamaran supaya tidak dikenal orang, maka ia menamakan diri dengan sebutan Buyut Trusmi, yang mana nama lainnya adalah Pangeran Walangsungsang/Pangeran Cakrabuana. Akhirnya wilayah tersebut dikenal dengan daerah Trusmi.
Kini Trusmi adalah salah satu kota yang terdapat di Daerah Cirebon, yang dikenal dengan penghasil batiknya. Trusmi ini merupakan tempat tinggal Ki Gedeng (Panembahan) Trusmi, kepala serikat mistis tariqah.
Di Trusmi terdapat suatu upacara yang dinamakan upacara Memayu. Memayu merupakan Bahasa Cirebon asli yang artinya memperbaiki, membagusi, (membuat bagus). Membagusi disini terdapat dua makna, yakni pertama membagusi atap-atap yang sudah lama dan menggantikannya dengan yang baru, kedua membagusi diri manusia dari sifat-sifat lama yang jelek dengan sifat-sifat yang bagus.
Terdapat beberapa persepsi mengenai upacara ini. Diantaranya menyebutkan, bahwa dalam upacara ini terdapat sebuah penggantian alang-alang yang sudah tua dengan yang baru dan dilaksanakan ketika musim hujan, karena pada umumnya alang-alang yang sudah tua dikhawatirkan akan mengalami kebocoran.
Beberapa pendapat lagi menyatakan, bahwa upacara ini berkaitan dengan musim panen, karena setelah mendapatkan berkat/doa Buyut Trusmi mereka dipersilahkan untuk menanam padi mereka masing-masing.
Kegiatan upacara tersebut merupakan satu kesadaran masyarakat akan mensyukuri keberhasilan mereka. Tujuan utama dari upacara ini pada awalnya sebagai penyebaran Agama Islam. Salah satu upaya yang dilakukannya, mengumpulkan masyarakat disatu tempat untuk makan bersama.
Dalam upacara memayu ini terdapat beberapa kegiatan diantaranya pada pagi hari diadakan arak-arakan. Arak-arakan ini menampilkan semacam pesta kostum (karnaval), dengan tema tersendiri. Arak-arakan ini di mulai dari tempat keramat Buyut Trusmi ; Trusmi Wetan, Trusmi Kulon, Weru Lor, Weru Kidul, Setu, Panembahan, Kali tengah dan Trusmi.
Pada arak-arakan ini nampak beberapa tarian di diantaranya tari Ba'so (Babak Yaso). Tarian ini pada awalnya memiliki tujuan tertentu, yakni untuk mengelabui penjajah.
Acara malam harinya adalah tahlilan. Pada tahlilan ini disertai dengan Shalawat Brai (merupakan salah satu jenis kesenian yang berasal atau berpusat di Bayalangu). Pertunjukan brai (asal kata dari "birahi") merupakan pertunjukan nyanyian diiringi musik. Alat musiknya berupa gembyung, semacam rebana, kendang, kecrek serta dinyanyikan oleh sekelompok wanita dan laki-laki.
Kesenian lainnya terdapat di tempat pertunjukan seperti masres (di depan ketika mau memasuki wilayah pondok/pendopo/mesjid), wayang kulit (dibagian belakang). Jalannya pertunjukan wayang kulit berlangsung selama semalam suntuk, dan biasanya mereka melihat dari susunan lagu yang dimainkan pada pembukaan wayang kulit, mereka cenderung menggunakan lagu Bayeman dan Bayeman Tur. Menurut salah satu pemain, diantaranya pemain rincik, pada lagu pembukaan harus menggunakan lagu Bayeman dan Bayeman Tur, karena kalau tidak menggunakan lagu tersebut bukan merupakan lagu pembuka.
Acara pokoknya dilaksanakan pada keesokan harinya, yaitu buka sirap. Acara buka sirap pada awalnya dilaksanakan sewindu sekali (8 tahun sekali) namun lambat laun menjadi 4 tahun sekali dan itupun penggantian dengan kayu jati pada mesjid, sedangkan atap alang-alang diganti dalam setahun sekali. Dan penggantian ini dilaksanakan pada hari Senin. Hal ini berkaitan dengan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Majalah Seni Budaya Swara Cangkurileung
Edisi Februari 2002 No.124 Th.XXVII