Naskah Kuna: PANTUN RAMAYANA

25 Jun 2002 - 7:38 am

Patih Sang Sombali pindah dari Lengkapura untuk menetap di Perkampungan Candi Jambu Luwuk. Atas petunjuk bianglala, ia menemukan seorang bayi yang keluar dari luka Sang Manondari yang tewas dan dikuburkan di Bukit Si Miri-miri, Palasari, bersama suaminya Rawana, dan saudaranya Mantri Premana. Rawana terbunuh dalam peperangan oleh Sang Ramadewa. Bayi itu kemudian diambil dan dipelihara serta dinamai Brabu Manabaya oleh Sang Sombali.

Sang Ramadewa mengadakan pertemuan dengan para pembesar dan rakyat Lengkawati, setelah menang perang. Dalam pertemuan itu dibicarakan tentang hukuman apa yang perlu dijatuhkan kepada Dewi Sita oleh Rawana. Atas saran Raden Laksamana, Dewi Sita dibungkus oleh kain kafan, dimasukkan ke dalam peti mati, kemudian dihanyutkan ke sungai sebagai hukumannya. Waktu itu Dewi Sita sedang hamil.

Peti mati Dewi Sita tersangkut pada bubu milik seorang kakek yang bernama Hayam Canggong. Ia adalah penduduk perkampungan candi Manggu. Dewi Sita ditemukan oleh kakek Hayam Canggong dan dirawat di rumahnya.

Dewi Sita melahirkan seorang anak laki-laki di rumah kakek Hayam Canggong. Puteranya itu diberi nama Bujanggalawa. Hayam Canggong suka membacakan naskah lama (watang ageung) dalam mengasuh Bujanggalaw. Ketika Hayam Canggong sedang asyik membaca naskah, Bujanggalawa pergi tanpa sepengetahuan pengasuhnya. Guna menghindari amarah Dewi Sita, Hayam Canggong menciptakan seorang anak yang serupa dengan Bujanggalawa dari naskah yang sedang dibacanya. Ternyata Bujanggalawa menyusul ibunya ke Tebat. Anak ciptaan Hayam Canggong Prebu Puspalawa dan diakui adik oleh Bujanggalawa.

Sesudah kedua anak itu besar, Bujanggalawa mengajak adiknya untuk mengusir ayahnya dari Keraton Lengkawati. Setibanya di Lengkawati mereka berjumpa dengan Raden Laksamana. Ternyata Sang Ramadewa, ayah Bujanggalawa, telah menghilang secara gaib. Kedua anak itu dan Dewi Sita diterima dengan gembira oleh Raden Laksamana, setelah diketahui bahwa Dewi Sita masih hidup dan kedua anak itu adalah putera Dewi Sita dari Sang Ramadewa. Bahkan Bujanggalawa dan Puspalawa akhirnya dinobatkan menjadi Raja Lengkawati sebagai pengganti Sang Ramadewa.

Prebu Manabaya berziarah ke kuburan orang tuanya, Sang Manondari dan Rawana, di Lengkapura, setelah diberitahu oleh Sang Sombali tentang kematian orang tuanya. Rawana tewas dibunuh oleh Sang Ramadewa.

Prebu Manabaya bertekad akan menuntut balas atas kematian ayahnya terhadap Lengkawati, setelah ia dinobatkan oleh Prebu Bibisana sebagai Raja Lengkapura menggantikan ayahnya, Rawana. Dalam pada itu dengan kesaktiannya, pembesar dan Rakyat Lengkapura yang telah meninggal dunia dihidupkan lagi oleh Prabu Manabaya. Mereka dijadikan pasukan Manabaya untuk menyerang Lengkawati. Raden Megananda, putera Rawana yang ikut dihidupkan lagi, diangkat pula sebagai raja Lengkapura mendampingi Prabu Manabaya.

Bujanggalawa memerintahkan memperkuat pertahanan negaranya dengan mendirikan benteng guna menjaga kemungkinan serangan Lengkapura. Pelaksanaannya diserahkan kepada Prebu Puspalawa, karena ia sendiri pergi mau mencari ayahnya.

Semula Bujanggalawa tidak diakui anak oleh Sang Ramadewa; tetapi setelah melalui perang tanding dan Sang Ramadewa kalah, akhirnya diakui juga.

Sementara itu Prabu Manabaya beserta pasukannya berangkat dari negerinya untuk menyerang Lengkawati, sedangkan Raden Megananda ditugaskan menunggui negara. Serangan pasukan Mengkapura itu ditahan oleh pasukan Lengkawati. Terjadilah pertempuran sengit; sampai akhirnya aterjadi perang tanding antara Prebu Manabaya dan Prebu Puspalawa. Dalam pergulatan itu Prebu Puspalawa kalah. Melihat pasukan Lengkawati terdesak oleh serangan pasukan Lengkapura, segera Raden Leksamana menyusul Prabu Bujanggalawa untuk meminta bantuan. Bujanggalawa dan Sang Ramadewa bersiap-siap akan melawan Prebu Manabaya dan pasukannya.



Sumber: Naskah Pantun Ramayana
Koleksi Naskah: Bagian Naskah, Museum Nasional, Jakarta