TUTUWUHAN SUNDA I

9 Sep 2002 - 2:16 am

BUNTIRIS
Cocor bebek; Kalanchoe pinnata (Lmk) Pers. Termasuk suku Crassulanceae. Terna, tinggi sampai 75 cm. Batang persegi empat agak sedikit bulat, bagian pangkal berdaun tunggal dan selebihnya berdaun majemuk, menyirip ganjil sebanyak 3-5 helai daun. Helaian anak daun berwarna hijau, berbentuk bundar telur menjorong, 9-14 x 1,5-6 cm; pinggirnya bergerigi ganda dengan lekukan-lekukan yang dapat bertunas. Perbungaan berbentuk malai, bunga kemerahan. Tumbuh sampai ketinggian 1000 m dapl. Biasa ditemukan tumbuh liar ditempat yang berbatu atau dibawah pagar hidup. Tak jarang juga ditanam sebagai tanaman hias atau obat. Perbanyakan dengan stek daun. Remasan daun buntiris digunakan untuk obat luka, obat keseleo, obat sakit kepala, obat penyakit kulit pada anak-anak, sebagai pipilis.

HAMBERANG
Hamberang atau Hamerang; Ficus Toxicaria. Nama pohon yang serat kulitnya kuat untuk dijadikan tali. Di beberapa tempat dipakai untuk mengikat buliran padi satu ikatan yang disebut Geugeus atau Eudan. Getahnya dapat dijadikan malam untuk membatik, daunnya untuk makanan kambing.

HANDEULEUM
Gaptophyllum Picturn Griff. Tumbuhan perdu, tinggi ± 8 m, daun lonjong, letaknya berhadapan. Daun dan kulitnya berbau tak sedap, terasa seperti ada lendirnya. Ujung dan kelopak bunganya besar berbentuk daun biasa, warnanya putih. Bunga berbentuk bintang. Bermanfaat untuk mengobati wasir, bisul, borok, empedu berbatu, susu bengkak (daunnya), tidak teratur haid (bunganya). Handeuleum biasa disebut dibagian akhir cerita pantun sebagai penutup kata: Cag urang tunda di handeuleum sieum, di hanjuang siang.

HARENDONG
Perdu tegak, berbulu sikat, tinggi sampai 4 m. Daunnya bertepi rata, berbentuk bundar telur atau lonjong; bertulang daun lima; diantara tulang-tulang daun itu permukaan atas berbulu pendek dan kasar, permukaan bawah berbulu pendek, atau kadang-kadang tidak berbulu. Perbungaan diujung batang, terdiri dari 5-18 bunga besar, merah muda dan ungu, dengan dua daun pelindung. Bunganya kecil-kecil, bila masak berwarna ungu tua dan manis, berisi banyak biji kecil. Dikampung-kampung di pedesaan buahnya sering dimakan anak-anak, juga dimakan burung, seperti kutilang. Daun muda dimakan sebagai lalab. Buah dan kulit batang digunakan untuk pewarna hitam dan merah bata. Di beberapa tempat, daunnya digunakan sebagai obat untuk penyakit busung air; penawar mabuk karena minuman keras; obat diare dan disentri; juga untuk obat kumur dan luka bakar. Akarnya digunakan untuk obat penenang, dan untuk penyakit ayan.

JARINGAO
Tumbuhan berbatang basah. Tumbuhan liar dihutan-hutan atau tempat-tempat lain yang tanahnya agak lembab. Ada juga yang ditanam dipekarangan, biasanya di dekat pagar. Rimpangnya agak tahan lama, berwarna putih dan bila sudah kering menjadi merah muda. Rasanya Pahit. Mengandung zat minyak terbang (eugenol, asaron, asarilal dehida), akorin, akoretin, kalamin, kalsium oksalat, pati, glukosa, lendir, protein, dan zat samak. Bermanfaat untuk mengobati ayan, bengkak, bisul, kejang kaki, gigi goyah (daunnya); encok, disentri, dan empedu berbatu (rimpangnya). Peribahasa: Budak bau Jaringao keneh, artinya belum dewasa, belum layak menjadi lawan yang setanding (ucapan bernada merendahkan lawan). Perbahasa ini seringkali terdapat dalam wawacan, ketika seorang jagoan ditantang oleh pendekar yang masih muda.

EURIH
Alang-alang; Imperata Spec. div. Jenis rerumputan yang tumbuh dihutan-hutan, diladang-ladang, dan di tegalan terutama ditempat-tempat yang dibiarkan tandus. Tumbuhan liar berumpun ini mudah berkembang biak, tapi sangat memusingkan petani karena mengganggu tanaman dan sulit untuk diberantas. Tingginya ada yang sampai 2 meter. Daunnya berbentuk pita, dari jauh tampak mirip tanaman padi. Bunganya berbulir majemuk dan berwarna putih, mudah terbang terbawa angin. Binatang ternak seperti kerbau, domba, dan kambing tidak suka makan daunnya. Pada musim kemarau daunnya menguning lalu mongering, mudah terbakar, tapi akarnya masih hidup meskipun daun-daunnya telah jadi abu. Dari puing-puing abunya bermunculan tunas, ujungnya yang lancip-lancip terasa sakit dikaki bila terinjak, bahkan dapat melukai. Orang-orang dipedusunan dari masa akhir abad ke-19 dan masih hidup sampai pertengahan abad ke-20, suka bercerita tentang orang yang di terkam harimau di pakidulan (bagian selatan) Jawa Barat. Konon harimau yang disebut maung lodaya itu suka bersembunyi dihutan alang-alang menantikan mangsa. Diceritakan bahwa harimau itu tidak dapat dilihat oleh manusia sekalipun hanya terhalang selembar daun alang-alang. Tapi disisi kemubajiran tumbuhan ini, ternyata baik pada zaman dahulu maupun pada zaman sekarang, masih ada manfaatnya. Dulu sebelum ada genting, orang membuat atap dari ijuk atau dari alang-alang (welit). Sedangkan pada masa sekarang, zaman modern, pada tumbuhan ini dapat ditemukan zat-zat yang dijadikan obat. Rimpangnya mengandung zat-zat damar, asam kersik dan logam alkali. Semua bagian tumbuhan ini dapat dijadikan obat kurap. Sedangkan rimpangnya dapat dibuat obat untuk berbagai penyakit seperti beser (sering kencing), kencing nanah, kencing darah, raja singa, luka-luka, demam, tekanan darah tinggi, dan lemah syahwat.

CALINGCING
Balingbing wuluh; Averrhoa belimbi L; termasuk suku belimbing-belimbingan (Oxalidaceae). Pohon kecil, tinggi 5-15 m, tumbuh sampai ketinggian 750 m dapl. Daun majemuk, berpasangan; anak daun berbentuk lonjong sampai bundar telur. Bunga kecil, biasanya muncul dari batang utama atau cabang-cabang; kelopak bunga berwarna hijau, mahkota merah keungu-unguan. Buah lonjong berair, rasanya sangat masam, beruang atau berkotak tiga dan bergantung pada pada batang atau daun. Buah dimanfaatkan untuk sayur dan untuk membersihkan noda-noda pada pakaian atau barang loyang atau tembaga. Di Jawa Barat pohon ini lebih sering dijumpai sebagai tanaman liar di semak belukar, tetapi tak jarang pula ada yang membudidayakannya sebagai tanaman pekarangan. Perbanyakan dengan biji atau melalui cangkokan. Buah mengandung banyak vitamin C; biasa digunakan untuk bumbu sayur asam atau bumbu sayur lainnya, ada juga yang membuatnya menjadi manisan; dikenal pula sebagai obat batuk tradisional.



Sumber: Ensiklopedia Sunda