- MAKNA ALAT TENUN TRADISIONAL MENURUT PADANGAN HIDUP URANG SUNDA (Bagian 1)H.R. Hidayat Suryalaga
25 Aug 2003 - 2:42 am
Dalam "Ilmu Kasajatian" para sesepuh Sunda dikenal dengan istilah "ULAH INGKAH TINA KURUNGNA KURING" atau "SAPANJANG NEANGAN KIDUL KALER DEUI - KALER DEUI". Singkat kata, bahwa segala sesuatu yang ada di luar DIRI akan selalu diberi ARTI dan MAKNA sebagai ACUAN PANDANGAN HIDUP, sehingga memberi manfaat yang bervisi LAHIR-BATIN. Inilah salah satu penanda kearifan tradisional (Indigenous Wisdom). Sebenarnyalah cukup banyak kegiatan berkebudayaan yang diberi makna khusus sehingga bisa dijadikan sarana penelusuran arah pemikiran Urang Sunda dalam perjalanan hidupnya meniti RAWAYAN JATI (Shirath, Perennial, Brahman, Tao, Sangkan Paraning Dumadhi, Al Hikmah al-Muta'aliyah, Jawidan Khirad).
Beberapa permainan atau kegiatan yang mengandung makna (dimaknai) sebagai sarana pandangan hidup Urang Sunda antara lain bisa dikaji melalui: NINUN (bertenun tradisional), LANGLAYANGAN, PAPANAHAN, NGUSEUP GONDANG, NGAHUMA, NYADAP KAWUNG, MANDAY dsb.
Kearifan yang sarat makna ini, dalam era industrialisasi telah hilang ditelan gemuruhnya suara mesin dan kesibukan manusia hedonistis. Keterkaitan dunia LUAR dengan dunia DALAM semakin renggang. Kemampuan untuk ber-empati terhadap alam perlahan-lahan menghilang. Manusia kini telah menjadi makhluk yang sangat individual dan teralienasi dari habitat sekitarnya. Sungguh keadaan yang teramat memilukan.
Di bawah ini tertera nama alat-alat (barang-barang) yang biasa digunakan untuk bertenun tradisonal atau segala sesuatu yang ada kaitannya dengan bertenun. Makna yang terkandung di dalamnya bersumber dari beberapa orang informan, a.l. R. Oesman Sadli Sumadisastra seorang pemerhati Elmu Kasundaan (wafat th 1961), Aki Wira (alm) seorang sesepuh dari Majalaya (sentra industri tenun), Bapa Djajasoepena, (alm) anggota Awak-Awak Galih Pakuan.- Asiwung = kapas, bahan untuk membuat kanteh. Dimaknai sebagai esensi diri manusia yang berasal dari dzat yang suci bersih. Bila kapas itu telah selesai ditenun maka menjadi selembar bo'eh (kain kafan), penanda kembali lagi ke "kesucian". Kapas yang digunakan untuk keperluan orang meninggal disebut juga asiwung. Dalam idiomatika Sunda: "Congo nyurup dina puhu. Ti Suci mulih ka Suci. Mulih ka Jati mulang ka Asal."
- Barera = sebilah kayu alat bertenun untuk merapatkan benang pakan agar kain tenun menjadi rapat. Dimaknai sebagai kemampuan untuk bertaubat dari segala kesalahan yang dibuat. Idiomatika dalam bahasa Sunda disebut sebagai "mupus tapak".
- Caor = sebilah papan yang diletakkan horisontal, sebagai sandaran punggung penenun digunakan pula untuk menarik kain tenunan agar terbentang kencang. Dimaknai sebagai syariat hidup tempat bersandar, kebiasaan baik sehari-hari. Dalam idiomatika Sunda: "Sarigig kudu kaciri, sarengkak kudu katara."
- Dadampar = bilahan papan yang digunakan untuk tempat duduk penenun. Dimaknai sebagai keteguhan iman. "Henteu unggut kalinduan henteu gedag kaanginan."
- Galeger = bilahan papan/kayu, sebagai penguat alat bertenun. Dimaknai sebagai keteguhan hati. Dalam idiomatika Sunda: "Sangreud pageuh, sagolek pangkek."
- Gedogan = bilahan papan/kayu sebagai alat penahan ketika proses bertenun. Dimaknai sebagai tubuh wadag manusia seutuhnya. Dalam babasan Sunda: "Ti luhur sausap rambut ti handap sahibas dampal."
- Hapit = bilahan papan untuk menggulung kain hasil tenun. Dimaknai sebagai hasil amal ibadah selama hidup. Amal baik hasilnya baik dan pekerjaan yang buruk hasilnya pun tentu buruk. Babasan Sunda: "Melak cab moal jadi bonteng, melah hade moal jadi goreng."
- Jingjingan = bagian dari gedogan, tempat menambatkan lusi. Dimaknai sebagai kemampuan untuk berkontemplasi, bertafakur. Ilmu yang dikuasai. Idiomatika Sunda: "Maca uga na waruga, nyaliksik diri pribadi, nyasaran lampah sorangan."
- Kanteh = benang untuk dipakai bertenun, biasanya berasal dari serat kapas. Dimaknai kesinambungan asal muasal keberadaan manusia sejak awal sampai hari akhir nanti. Idiomatika Sunda: "Ti wiwit mula ngajadi. Lumenting ti Silihwangi lumentang ka Pajajaran. Moal aya dahan mun taya catang, moal aya catang mun taya tunggul."
- Kincir (palet) = alat untuk memintal benang kanteh. Dimaknai sebagai kegiatan memanfaatkan waktu yang terus bergulir. Idiomatika Sunda: "Hirup nu hurip. Bihari ngancik di kiwari, seja ayeuna sampeureun jaga."
- Limbuhan = sebilah kayu yang memanjang seperti mistar berbentuk bulat untuk merenggangkan kedudukan benang tenun. Dimaknai sebagai kemampuan untuk mengunakan akal fikiran, bijaksana. Dalam bahasa Sunda: "Kudu asak jeujeuhan matang tinimbangan."
- Lusi = benang kanteh yang memanjang dari arah kaki ke arah penenun. Dimaknai sebagi guratan nasib yang tertulis dari alam azali. Idiomatika Bahsa Sunda: "Titis tulis ti ajali, kadar awak ti kudratna."
- Pakan = benang kanteh yang membujur dari arah kanan ke arah kiri penenun. Dimaknai kegiatan amal ibadah yang dikerjakan selama hidup, proaktif. Dalam bahasa Sunda dikenal "gawe rancage".
- Pihane = alat untuk membereskan benang kanteh. Dimaknai sebagai kesadaran untuk mengendalikan diri. Idiomatika Sunda: "Sarigig kudu jeung harti, sarengkak kudu waspada."
- Raraga = bangunan atau bentukan seluruh perangkat bertenun. Dimaknai sebagai jagat raya. Idiomatika bahasa Sunda: "Sagebarna buana Panca Tengah."
- Rorogan = sebilah kayu alat penahan berera, terletak sebelah kanan penenun. Dimaknai sebagai keteguhan iman dalam menghadapi bermacam godaan hidup. Dalam Bahasa Sunda: "Asak tinggur, kuat teupa."
- Seungkeur = sebilah papan/bambu untuk menentukan ukuran lebar kain yang ditenun. Dimaknai sebagai kemampuan beretika, tidak melebihi batas, tidak serakah, taat aturan. Babasan Sunda: "Tata titi duduga prayoga, nasiti tur ati-ati."
- Suri = alat berbentuk sisir, untuk membereskan benang pakan dan benang lusi. Dimaknai sebagai kehati-hatian dalam berfikir, berkata dan bertindak. Idiomatika bahasa Sunda: "Nyaur kudu diukur-ukur, nyabda kudu diungang-ungang."
- Tali caor = tali yang mengikatkan bilah caor dengan kain yang ditenun di sebelah kiri dan kanan penenun. Dimaknai bahwa dalam kehidupan ini tidak boleh berbuat sekehendak sendiri, ada norma-norma kehidupan yang harus dijunjung tinggi serta dimaknai pula bahwa umur manusia itu sangat terbatas. Idiomatika dalam bahasa Sunda: "Ulah tunggul dirarud catang dirumpak."
- Tameuh = beubeur tameuh, secarik kain yang ditenun dari sisa-sisa benang kanteh yang terbuang. Digunakan sebagai simbol alat pengikat jodoh di antara dua keluarga. Dimaknai sebagai kemampuan untuk berpola hidup hemat dan mampu menyambungkan silaturahim dengan orang lain. Idiomatika bahasa Sunda: "Bisa ngeureut bisa neundeun."
- Taropong = sepotong bambu (tamiang), tempat memasukkan benang kanteh (pakan). Kemampuan untuk oto kritik, mengoreksi diri sendiri, kemampuan untuk meprediksi kehidupan yang akan dialaminya, visioner. Dalam bahsa Sunda dikenal dengan: "Nyaliksik diri ngotektak awak, ngeunteungan badan sakujur."
- Tunjangan, titihan, totojer = bilahan kayu tempat kaki penenun bertelekan. Dimaknai sebagai keteguhan itikad. Idiomatika bahsa Sunda: "Teguh tangtungan, panceg pamadegan. Henteu owah gingsir. Henteu galideur bengbatan."
- Tudingan (tutuding) = sebilah kayu/bambu untuk alat mengait/mengambil/ membetulkan sesuatu yang letaknya agak jauh dari penenun. Dimaknai sebagai ilmu pengetahuan yang mampu mencari solusi dari masalah yang dihadapinya. Idiomatika bahasa Sunda: "Luhung elmu jembar panalar. Henteu heureut ku sateukteuk, henteu pugag ku salengkah."
Itulah yang menyebabkan menurut adat Sunda, seluruh alat-alat (prakara) bertenun itu termasuk benda-benda sakral, sehingga terlarang dilangkahi. (Bandingkan dalam upacara NINCAK ENDOG, pada pernikahan adat Sunda, justru alas kaki tempat nincak endog harus BARERA (alat tenun yang tadi disakralkan), hal ini bermakna setelah menjadi "suami istri" kesucian/kehormatan wanita yang tadinya sangat dijaga, sudah menjadi "halal/muhrim" bagi suaminya.
Disampaikan pada seminar Pameran Alat Tenun di Museum Jawa Barat - Bandung, 15 Juli 2003- Asiwung = kapas, bahan untuk membuat kanteh. Dimaknai sebagai esensi diri manusia yang berasal dari dzat yang suci bersih. Bila kapas itu telah selesai ditenun maka menjadi selembar bo'eh (kain kafan), penanda kembali lagi ke "kesucian". Kapas yang digunakan untuk keperluan orang meninggal disebut juga asiwung. Dalam idiomatika Sunda: "Congo nyurup dina puhu. Ti Suci mulih ka Suci. Mulih ka Jati mulang ka Asal."