GEMBYUNGKesenian dari Kabupaten Cirebon

9 Feb 2004 - 12:32 am

Pengantar Redaksi:
Pada kesempatan kali ini, SundaNet.Com sengaja akan mendeskripsikan beberapa tulisan mengenai Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Barat dan Banten yang ada di Kabupaten/Kota, yang disusun oleh Narasumber SundaNet.Com bidang Seni dan Budaya, yaitu Bapak Nana Munajat Dahlan, S.Sn dan Bapak R. Syahroni, S.Sn yang ditampilkan untuk beberapa kali penayangan dan telah diterbitkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Barat, tahun 2000. Diharapkan dengan deskripsi tersebut akan memberikan sumbangan terhadap kehidupan kesenian sesuai dengan perkembangan masyarakat pendukungnya, dan bisa menjadi asset bangsa yang tidak ternilai harganya.

----------------------

Salah satu peninggalan budaya Islam di Cirebon adalah Seni Gembyung. Seni ini merupakan pengembangan dari kesenian Terbang yang hidup di lingkungan pesantren. Konon kesenian terbang itu salahsatu jenis kesenian yang dipakai sebagai media penyebaran Agama Islam di daerah Cirebon dan sekitarnya. Kesenian Gembyung ini biasa dipertunjukkan pada upacara-upacara kegiatan Agama Islam seperti peringatan Maulid Nabi, Rajaban dan Kegiatan 1 Syuro yang digelar di sekitar tempat ibadah. Entah siapa yang punya ide untuk mengembangkan seni terbang ini dan kapan. Yang jelas kesenian Gembyung muncul di daerah Cirebon setelah kesenian terbang hidup cukup lama di daerah tersebut.

Gembyung adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa waditra terbang dengan tarompet yang merupakan jenis kesenian bernafaskan Islam. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet.

Setelah berkembang menjadi Gembyung, tidak hanya dipertunjukkan di lingkungan pesantren atau tempat-tempat ibadah agama Islam, tetapi dipertunjukkan juga di lingkungan masyarakat luas. Bahkan frekuensi pertunjukannya cenderung lebih banyak di lingkungan masyarakat. Demikian juga tidak hanya dipertunjukan dalam acara-acara keagamaan (Islam), tetapi juga dalam acara kelahiran bayi, khitanan, perkawinan dan upacara siklus alam seperti ngaruat bumi, minta hujan, mapag Dewi Sri, dsb. Pada perkembangan lebih lanjut, Gembyung tidak hanya sebagai seni auditif, tapi sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari.

Di beberapa daerah wilayah Cirebon, kesenian Gembyung telah dipengaruhi oleh seni tarling dan jaipongan. Hal ini tampak dari lagu-lagu Tarling dan Jaipongan yang sering dibawakan pada pertunjukan Gembyung. Kecuali Gembyung yang ada di daerah Argasunya, menurut catatan Abun Abu Haer, seorang pemerhati Gembyung Cirebon sampai saat ini masih dalam konteks seni yang kental dengan unsure keislamannya. Ini menunjukkan masih ada kesenian Gembyung yang berada di daerah Cirebon yang tidak terpengaruh oleh perkembangan masyarakat pendukungnya. Kesenian Gembyung seperti ini dapat ditemukan di daearah Cibogo, Kopiluhur, dan Kampung Benda, Cirebon. Orang-orang yang berjasa dalam mempertahankannya adalah Musa, Rasyim, dan Karya.

Alat musik kesenian Gembyung Cirebon ini adalah 4 buah kempling (kempling siji, kempling loro, kempling telu dan kempling papat), Bangker dan Kendang. Lagu-lagu yang disajikan pada pertunjukan Gembyung tersebut antara lain Assalamualaikum, Basmalah, Salawat Nabi dan Salawat Badar. Busana yang dipergunakan oleh para pemain kesenian ini adalah busana yang biasa dipakai untuk ibadah shalat seperti memakai kopeah (peci), Baju Kampret atau kemeja putih, dan kain sarung.