KOTA DEPOKMANDALA BINAYA PANTI KAWIKWAN

19 Oct 2004 - 2:13 am

PURWAWACANA

Ketika kita memasuki kota-kota yang berada di Tatar Sunda - Jawa Barat, yang terasa dan terekam sebagian besar adalah atmosfir kehidupan kota-kota bernuansakan "jaman sekarang", kota metropolis yang hampir seragam keadaannya. Demikian pula permasalahan yang dihadapi para stakeholders pun hampir seragam pula. Antara lain permukiman kumuh, sampah yang selalu menjadi masalah, perihal air yang semakin mengkhawartirkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Ini baru masalah yang berskala fisik, belum lagi masalah kehidupan lainnya yang menyangkut kualitas penduduknya. Bukankah IPM Provinsi Jawa Barat hanya menduduki nomor 17 dari 26 provinsi di NKRI ini, di bawah IPM Provinsi Papua dan NAD. *)

Demikian pula keadaan NKRI, dalam dunia pendidikan berskala internasional tercatat sebagai negara peringkat ke 49 dari 49 negara berkembang, jadi peringkat terbawah. Dalam bidang ekonomi urutannya no 48 dari 49 negara berkembang. Yang paling memilukan, NKRI adalah peringkat ke-2 yang paling korup dari 49 negara berkembang. Aduhai sungguh sangat menyesakkan dada. **)

Kita sebagai makhluk yang diberi amanah oleh Allah SWT, untuk menjaga ciptaan-Nya agar tidak menjadi rusak, sangat berkewajiban mencari kiat memperbaiki dan meningkatkan IPM provinsi Tatar Sunda- Jawa Barat yang kita cintai ini. Ke arah itulah kita beritikad, mengayunkan langkah bersama a.l. melalui pertemuan kali ini.

Akan betapa indahnya bila suatu waktu setiap kota/kabupaten atau wilayah mampu menyiratkan karakter ruh kehidupan yang menjadi "trade mark" kualitas kehidupan wilayah tsb, baik lahir-batin, fisik-non fisik wilayah. Sehingga setiap wilayah akan memperlihatkan "jatidiri kewilayahannya yang haikiki, sesuai dengan fitrah ilahiahnya". Terbentuknya karakter kewilayahan tsb. saya fikir bukan sesuatu yang bersifat "utopia", masih bisa kita usahakan bersama dan hal ini akan berkaitan erat dengan Rencana Tata Ruang serta peruntukannya dan tidak terlepas dari aspek religi, budaya, dan kehidupan sosialnya.

Pertanyaan selanjutnya adalah "karakter" seperti apa yang sesuai dengan wilayah tsb. Ada beberapa cara yang bisa kita tempuh untuk mencoba mencari jawabnya. Pada kesempatan sekarang, penulis mencoba menyikapi dari kajian aspek budaya dengan merunut ke masa silam, ketika suatu wilayah telah direncanakan dan diperuntukkan oleh para "founding fathers" untuk kepentingan apa dan mengapa diberi nama dengan "nama itu". Dengan pola pikir seperti itulah penulis membuat wacana kali ini dengan judul "KOTA DEPOK - MANDALA BINAYAPANTI KAWIKWAN".

Sumber:
*) Informasi Dinas Tarkim, 6-8-2004.
**) Solihin G.P dalam PR, 16-8-2004.


DEPOK

Bila ditelusuri arti (semantic) dan makna (heurmanetika) kata depok dalam kamus bahasa Sunda dan idiomatik yang hidup di masyarakat Sunda, maka ari kata depok adalah:


  • Menurut kamus Basa Sunda: depok > padepokan = pertapaan, perkampungan. Bila demikian pada awalnya wilayah Depok diperuntukkan untuk perkampungan dengan konsentrasi peruntukkan sebagai "pertapaan" yang kini searti dengan "tempat pendidikan dan pasantren".
  • Adapun dalam istilah "penca, silat, maen po": depok = sikap tubuh yang merendah penuh kewaspadaan, siap untuk mempertahankan diri atau melakukan serangan. Bila depok diartikan seperti itu, maka maknanya, "masyarakat dan wilayah Depok selalu siaga menghadapi segala tantangan kehidupan". Sungguh suatu makna yang sangat heroik, beretos kerja tinggi dan religius.
  • Menurut seorang sesepuh bahwa kata depok, bisa berasal dari bahasa Belanda de volk yang secara fonetis masyarakat Sunda mengucapkannya de-pok > Depok, (de volk = people, nation, the people of this country). Bila pendapat ini akan dijadikan acuan pun, akan bermakna positif pula. berarti telah sejak lama wilayah Depok menjadi permukiman yang dapat "dibanggakan". Istilah "nation" menunjukkan kualitas peradaban suatu komunitas bangsa.

Sumber:
- Kamus Basa Sunda. Tarate. 1975.
- Kramers' Engels Woordenboek, Dr. F.P.H. Prick van Wely. Batavia. 1949.


MANDALA BINAYAPANTI KAWIKWAN

Peta kewilayahan seperti yang kini terjadi, ada kota / kabupaten dengan batas-batas yang jelas adalah untuk keperluan adfminsitratif. Pada jaman silam tentulah tidak demikian halnya, misalnya pada masa Kerajaan Sunda (Sunda-Sembawa) yang diawali sejak Raja Tarusbawa (669-723M) sampai Raja Citraganda (Sang Mokteng Tanjung; 1303-1311 M). Demikian pula ketika kerajaan Pajajaran masih mandiri berkuasa yang diawali dari pemerintahan Sri Baduga Maharaja (Jayadewata, Prabu Siliwangi, 1482-1521 M) sampai dengan Raja terakhir Ragamulya Suryakancana (1567-1579 M).

Adapun pusat Kerajaan Sunda Sembawa dan Kerajaan Pajajaran disepakati oleh para ahli bahwa berlokasi di sekitar wilayah Bogor, Depok, Bekasi dan Sunda Kalapa sekarang. Di sekitar wilayah itulah pusat pemerintahan dua kerajaan tsb.

Pada masa itu ada beberapa wilayah yang dikhususkan peruntukkanya. Di antaranya disebut sebagai mandala yaitu wilayah suci untuk pusat kegiatan agama. Di setiap mandala ada perkampungan para pendeta/wiku (kawikuan > kawikwan), siswa-siwa yang tengah menutut ilmu berada di pusat-pusat tempat pendidikan (binayapanti) yang semuanya membaktikan/memfokuskan hidupnya untuk melaksanakan tugasnya dengan baik (Pigeaud, 1962 dan Danasasmita & Anis Djatisunda, 1986, dalam Edi S. Ekadjati, 1995).

Para wiku dan para siswa serta penghuni mandala kawikwan dan binaya panti terikat oleh aturan yang ketat antara lain dilarang membunuh binatang baik piaraan ataupun liar, hanya mempunyai isteri satu orang (monogami), tidak boleh serakah berdagang (sekarang: monopoli) dan beberapa larangan hal lainnya, mereka harus hidup laksana matahari yang selalu menerangi semua mahluk sehingga menjadi berkat bagi makhluk hidup lainnya. (Wraticasana & Caturpaksopadeca).

Hubungan antara fihak kerajaan dengan mandala selalu dipelihara dengan baik, karena saling membutuhkan. Mandala dianggap sangat penting sebagai pusat dukungan moril-spiritual serta mampu memberi du'a restu bagi kesejahteraan pemerintahan dan bangsa. Mandala dianggap pusat kesaktian yang memancarkan pengaruhnya terhadap kesejahteraan negara. itulah sebabnya hubungan antara negara/raja dengan Mandala Kawikwan akan selalu dipelihara dengan baik. Dalam naskah kuna Carita Parahiyangan selalu dikaitkan tentang kesejahteraan negara dengan terpeliharanya hubungan baik antara kerajaan dengan Mandala.

Aturan hidup yang berlandaskan agama yang konsepnya ditentukan oleh Mandala Kawikwan harus menjadi acuan dasar pemerintahah raja/negara. Konsep yang berasal dari Mandala Kawikwan inilah yang dijadikan acuan hukum bermasyarakat pada zaman pemerintahan Prabu Niskala Wastukancana (1371-1475 M = 104 th!) sampai dengan cucunya yang begitu kharismatik Sri Baduga Maharaja (1482-1521 M) dan pada masa itulah terwujudna kesejahteraan wilayah Tatar Sunda yang paripurna.

Sumber:
- Kebudayaan Sunda, Edi S Ekadjati. 1995.
- Kehidupan Masyrakat Kanekes, Saleh Danasasmita & Anis Djatisunda, Bandung 1986.
- Nyukcruk Sajarah Pakuan Pajajaran jeung Prabu Siliwangi, Saleh Danasasmita, Giri Mukti, 2003.
- Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat jilid 4. Pemda Jabar. 1983-1984.


KOTA DEPOK SEBAGAI MANDALA BINAYAPANTI KAWIKWAN

Sepertinya penataan ruang dan peruntukkan kota Depok sekarang pun mengarah kepada terbentuknya Kota Pendidikan (Binayapanti), seperti wilayah Tsukuba di negara Jepang. Binayapanti seyogyanya menyiratkan dan mengaplikasikan pendidikan yang religius, berkualitas intelektual tinggi dan berperadaban mulia. Keadaan lingkungan Binayapanti yang seperti itu, menurut hemat saya, pada saat ini pun masih tampak menjiwai wilayah Depok. Bukankah di sekitar kota Depok sekarang ini terdapat sejumlah Pesantren (pusat-pusat agama) disertai kehidupan dan perilaku masyarakat yang kental nuansa religiusitasnya. Di wilayah Depok pun bertumbuhan pusat-pusat pendidikan umum dan kejuruan yang prima.

Menyimak wacana di atas sungguh sangat beralasan bila kita semua berharap dari wilayah kota Depok inilah lahirnya "konsep-konsep pola berkehidupan - bernegara yang religius, berpengetahuan dengan kualitas prima dan perilaku kemanusiaan yang beradab." Penulis fikir alangkah tepatnya bila KARAKTER KOTA DEPOK yaitu MANDALA BINAYAPANTI KAWIKWAN artinya Wilayah Khusus Pusat Pendidikan Keilmuan yang Religius.


PUNGKASWACANA

Visi Provinsi Jawa Barat yaitu "Dengan Iman dan Takwa menjadi Provinsi yang Termaju dan Terdepan sebagai Mitra Ibu Kota". Visi yang sangat visioner ini seyogyanya dapat diawali dengan menata "kearifan budaya Depok", sebagai Mandala Binayapanti Kawikwan. Pada gilirannya tentu akan menjadi kontribusi kearifan lokal yang teramat berfaedah bagi terwujudnya kesejahteraan Tatar Sunda-Jawa Barat dan NKRI. Semoga!
Insya-Allah.



Bandung, 17-8-2004
Oleh: H.R. Hidayat Suryalaga