- KELESTARIAN HUTAN MENURUT ORANG BADUY
23 Aug 2001 - 12:00 am
Syahdan, dalam keheningan alam Kanekes, berujarlah para Baris Kolot Padaleman dan Kaluaran (Baduy Jero dan Baduy Luar), bahwa sejak karuhun pertama mereka: Adam Tunggal diciptakeun Maha Kersa, setelah diciptakannya bumi dan langit, mereka memeluk sebuah agama yang dinamai "Sunda Wiwitan". Agama yang diturunkan Sang Hyang Tunggal bagi orang Baduy tersebut bertempat di Kanekes.
Didalam alam Kanekes pula terletak pasak semua Negara serta Sasaka Pusaka Buana, yang merupakan tiang penyandang utama bagi tetap adanya Buana Pancatengah, serta tetap berlangsungnya peri kehidupan didalamnya. Kelestarian, keutuhan serta kesuburan Pasak semua Negara (Pancer salawe Nagara), akan berarti kelestarian, keutuhan serta kesuburan kemakmuran segenap Negara serta rakyat yang terdapat didalamnya. Namun sebaliknya, kerusakan, kehancuran pasak tersebut akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran negara beserta segenap peri kehidupan didalamnya yang pada akhirnya akan membawa kehancuran serta kebinasaan Buana Pancatengah, serta terhentinya semua peredaran kehidupan alam semesta.
Hutan Titipan
Perwujudan daripada Pancer Nusa saatus telung puluh telu, Bagawat sawidak lima, yang merupakan pasak dan tiang penyangga utama daripada seluruh peri kehidupan alam semesta ini serta pengiriman Sasaka Pusaka Buana yang merupakan kunci utama bagi tetap keberadaannya Buana Panca Tengah ini adalah hutan-hutan yang terdapat di Kanekes serta benda-benda alami yang terjaga suci di Sasaka Domas dan Sasaka Mandala.
Hutan-hutan di Kanekes yang dijuluki: hutan titipan, hutan larangan atau istilah lainnya hutan karolot (leuweung karolot).
Hutan-hutan yang beberapa puluh tahun lampau membentang luas dalam areal 5046 Ha, dari seluruh kediaman orang Baduy Kanekes yang berjumlah 5121 Ha. Hutan-hutan berusia ribuan tahun, dengan berbagai macam pepohonan yang telah sangat langka terdapat didunia dan menjulang tinggi sampai mencapai ketinggian 100 m lebih. Kayu seperti jenis Kibangkong yang bergaris tengah 5 m masih terdapat di Gunung Handarusa dan Gunung Sanggarresik. Begitu pula pohon-pohon raksasa dari jenis kayu Kapinago, Kitamiang, Kisigeung, Cangcaratan, Ki Beusi serta Kokosan Monyet masih ada.
Hutan dengan berbagai flora dan fauna yang beraneka ragam ikut menciptakan terjaganya keseimbangan alam yang murni. Sejak tahun 1926, ulah serta perbuatan kotor umat manusia dari luar Kanekes menyebabkan kerusakan areal hutan. Akibatnya bisa ditebak beberapa puluh sungai yang terdapat di Kanekes ikut kering kerontang.
Kelestarian Hutan
Bagi orang-orang Baduy, secuilpun tak akan berani mengganggu keutuhan dan kelestarian hutan-hutan titipan. Karena derajat kedosaannya bila mengganggu hutan jauh lebih tinggi dari dosa membunuh sesama manusia. Apalagi bagi orang Baduy yang beragama Sunda Wiwitan, menjaga alam merupakan kewajiban dan tiang dasar agamanya, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan dengan penuh kepasrahan. Kewajiban tersebut tersirat dalam pegangannya: Lonjor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung (Panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung).
Sapun!
Pengertian Hutan bagi Orang Baduy
Kedudukan hutan bagi orang Baduy di Kanekes lebih bersifat agamawi, sedangkan fungsi sosialnya hanyalah akibat sampingan. Hutan bagi mereka adalah bagian dari agamanya, sekaligus sarana utama dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban dan upacara keagamaan. Antara lain dalam upacara suci Kawalu dan Ngaraksa.
Pengertian umum terhadap hutan bagi orang-orang Baduy adalah hutan yang termasuk dalam hutan titipan. Sedangkan hutan-hutan yang tidak termasuk titipan, bagi mereka bukan termasuk hutan, tapi reuma atau jami yang luasnya dari seluruh areal Kanekes takkan lebih dari 5%.
Pun Sapun! Tabepun!
(Disarikan dari tulisan DH. Nur. H, Bulletin Kawit No.44, 1992)