- WADITRA
30 Aug 2001 - 12:00 am
Salah satu upaya untuk menanamkan penghargaan dan kebanggaan terhadap karya budaya bangsa, perlu ditumbuhkembangkan pada semua lapisan masyarakat yang pada gilirannya bisa menghantarkan dan membentuk sikap apresiatif kita dalam menghargai karya budaya bangsa.
Oleh karena itu, pemahaman tentang apresiasi seni perlu untuk mendapat perhatian dengan berbagai upaya untuk meningkatkannya.
Pada proses pembentukan sikap dalam menghayati, menghargai dan menikmati suatu karya seni, seseorang bisa dikatakan mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap kesenian, berarti ia mampu menggunakan potensi batiniahnya untuk menghayati, menikmati dan menghargai karya seni itu.
Salah satu sarana atau media dalam seni pertunjukan di daerah Jawa Barat adalah waditra atau alat-alat kesenian Sunda yang memiliki kandungan nilai-nilai budaya luhur.
Kehadiran waditra sebagai sarana hiburan, masih digemari dan diminati oleh masyarakat penggemarnya. Tidak heran bila Jawa Barat yang kaya dengan ragam jenis kesenian tadisionalnya memiliki waditra yang banyak dan beragam jenisnya.
Pada kesempatan ini, kami mencoba memperkenalkan beberapa jenis waditra yang ada di Tatar Jawa Barat yang dijelaskan juga fungsi serta kegunaan dari alat-alat tersebut.
JENIS-JENIS WADITRA
Kacapi Indung
Kacapi termasuk jenis waditra alat petik, karena bunyi suara yang dihasilkan dari waditra ini bersumber dari bahan kawat atau dawai yang dimainkan dengan cara dipetik.
Dalam istilah Sunda, teknik dasar petikan kacapi dikenal mempunyai cara khas seperti, ditoel, disintreuk dan digembyang (diranggeum).
Kacapi indung merupakan kacapi yang mempunyai ukuran bentuk paling besar, dibandingkan dengan ukuran kacapi lainnya.
Ada beberapa sebutan untuk menunjukkan kacapi berukuran besar ini. Diantaranya yang paling umum sering dipergunakan istilah: Kacapi Indung, Kacapi Gelung, Kacapi Parahu, Kacapi Pantun dan Kacapi Tembang.
Sebutan untuk kacapi ini, sering dikaitkan dengan makna atau arti istilahnya.
Kacapi Rincik
Kacapi Rincik yaitu kacapi berukuran kecil yang bentuknya hampir sama dengan kacapi Indung. Kata "Rincik" artinya kecil.
Pada waditra gamelan, terdapat Bonang Rincik, artinya Bonang yang penclonnya berukuran kecil.
Petikan Kacapi Rincik mempergunakan tempo atau ritme yang pendek-pendek dan cepat.
Pada dasarnya petikan Kacapi Rincik merupakan kelipatan daripada petikan Kacapi Indung.
Dalam penyajian tembang, terdapat dua buah kacapi, yaitu Kacapi Indung yang berukuran besar dan Kacapi Rincik yang berukuran kecil.
Kacapi Siter
Kacapi Siter mempunyai bentuk yang berbeda dengan Kacapi Indung. Bentuk kacapi ini sederhana.
Dimaksudkan untuk mewujudkan bentuk kacapi yang lebih praktis dan dapat dibawa kemana-mana dengan mudah. Oleh karena itu Kacapi Siter dalam penggunaannya lebih memasyarakat.
Suling
Suling adalah waditra jenis alat tiup terbuat dari bahan bambu berlubang (4,5,6), yang dimainkan dengan cara ditiup.
Suling dipergunakan untuk membawakan melodi lagu, baik untuk mengiringi vokal (Tembang, Kawih) maupun untuk dimainkan mandiri (tunggalan,landangan).
Suling alat tiup yang berlubang empat banyak terdapat di Pulau Jawa.
Di Jawa Barat terdapat suling berlubang empat, antara lain: Suling Degung, Bersurupan Pelog, Suling Salendro, dan Suling berlubang empat Madenda.
Di Jawa Tengah pun ada Suling yang berlubang empat yaitu Suling Salendro. Suling yang berlubang enam di Banten disebut Galeong.
Sebelum istilah Suling ada di Jawa Barat, ada yang disebut Bangsi. Kata Bangsi berubah menjadi Bangsing.
Bangsing di Jawa Barat sekarang adalah alat tiup terbuat dari bahan bambu atau perunggu yang ditiup melintang dengan lubang berjumlah enam.
Tarompet
Tarompet adalah waditra jenis alat tiup, terbuat dari bahan kayu dengan lubang suara sebanyak tujuh buah, dibunyikan dengan cara ditiup.
Waditra Tarompet berfungsi sebagai pembawa melodi lagu. Biasanya disajikan sebagai alat tiup pengiring pertunjukan: Tari, Pencak Silat, Reog (ogel), dan iringan seni bela diri Benjang.
Angklung
Waditra Angklung termasuk jenis alat pukul, terbuat dari bahan baku bambu yang dibunyikan dengan cara digoyangkan.
Jika dilihat dari bentuk rancang bangunnya, cara digoyangkan merupakan proses peraduan (bentrokan) antara kaki Angklung (bernada) dengan ruas bambu yang menjadi landasannya. Oleh karena itu, cara membunyikan Waditra Angklung, tidak memerlukan alat bantu pemukul.
Waditra ini tersebar di seluruh daerah Jawa Barat bahkan hampir di seluruh Indonesia dengan sebutan atau nama-nama yang berlainan.
Angklung berasal dari kata anger (nada), lung (patah/hilang). Angklung adalah ada nada yang hilang, atau ada bagian yang hilang.
Itulah sebabnya Angklung Banten terdiri atas 4 rumpun. Rumpun (ancak) terkecil dinamakan king-king, kedua disebut inco, ketiga disebut jongrong dan keempat (terbesar) disebut Gong-gong.
Setiap rumpun terdiri atas dua atau tiga batang Angklung. Seperti yang terdapat dalam Angklung Badud, Buncis, Angklung Ciusul, Angklung Bungko, Angklung Sered, Angklung Gubrag, dsb.