JAIPONGANAntara Kreasi Seni, Gengsi dan Tradisi Gantangan

6 Sep 2001 - 12:00 am

Jaipongan merupakan salah satu bentuk kesenian, khususnya Seni Tari yang merupakan hasil revitalisasi kreasi baru. Jaipongan pada intinya diambil dari Tari Ketuk Tilu dan Bajidor telah ada lebih awal.

Keberadaan Jaipongan telah diakui masyarakat, tidak saja di Jawa Barat akan tetapi telah diakui pula keberadaannya di tingkat nasional dan cukup banyak orang asing yang menyukainya. Hal ini pada prinsipnya karena kesenian merupakan milik bersama dari suatu komunitas masyarakat, melalui nilai-nilai yang dikandungnya dari suatu bentuk seni tersebut. Jaipongan merupakan cermin kinerja seniman sebagai individu yang merupakan ekspresi pribadinya yang tidak lepas dari pengaruh lingkungannya.

Tari Jaipongan merupakan kreasi seni hasil olah cipta Gugum Gumbira yang pada saat ini telah menjadi milik masyarakat luas. Dalam Tari Jaipongan kita bisa melihat adanya suatu energi dan kebebasan bagi penonton maupun penarinya untuk mengekspresikan rasa berkeseniannya. Kebebasan bagi para penonton untuk ikut mengekpresikan dirinya, menjadi salah satu kekuatan Seni Jaipong.
Dengan adanya kebebasan dalam mencuatkan keragaman tersebut memungkinkan menggiring impuls-impuls baru yang menyeruak antara seniman dan masyarakat pendukungnya.

Pada kesenian Jaipongan terdapat dua penampilan. Pertama adalah kelompok seniman yang menyajikan materi tari yang ditata secara khusus untuk kebutuhan sajian tontonan atau pertunjukan (entertaiment). Hal ini tentunya harus dilakukan oleh penari-penari yang memiliki kemampuan tinggi melalui proses latihan secara intensif.

Sedangkan kedua Kelompok Penonton yang di daerah Karawang dan Subang disebut Bajidor, yang secara seloroh diasosiasikan dari akronim Barisan Jelema Doraka yang artinya barisan orang berdosa. Tetapi dalam pengertian lain adalah sekelompok penonton atau penggemar yang turut meramaikan suasana secara bersama yang ingin berpartisipasi didalam hiburan jaipongan. Mereka terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang memiliki latar belakang berbeda seperti petani, bandar sayur, pedagang, tukang ojeg, camat, lurah, guru dan sebagainya. Malahan kelompok perampok di daerah Pantai Utara (pantura) yang dikenal dengan nama Golek Merah dan Bajing Luncat di arena pertunjukan Jaipongan justru acapkali sering meramaikan suasana.

Mengingat Jaipongan ini keberadaannya tergantung pada masyarakat pendukungnya, maka kesenian ini terus berkembang dalam menemukan bentuk-bentuk baru. Hal ini dirangsang oleh tabuhan kendang secara dominan, sehingga membuat para penari maupun penonton tergelitik untuk ikut mengoyangkan tubuhnya untuk berjoget atau menari. Kelebihan-kelebihan itulah yang merupakan daya tarik sehingga semakin banyak masyarakat dan pihak yang berpartisipasi.

Daya tarik kesenian Jaipongan adalah kekuatan "bersenyawanya" antara seniman yang terdiri dari sinden (penyanyi), panjak/wiyaga (penabuh gamelan), dan penonton (bajidor) serta yang punya hajat (kenduri). Maka terjadi komunikasi yang menggairahkan seniman dengan penonton.



Tradisi Baru Lewat Jaringan Gantangan

Di daerah Pantai Utara pada hiburan pertunjukan Jaipongan ada yang disebut "gantangan". Gantangan merupakan suatu tradisi baru cara bersilaturahmi untuk mengundang seseorang. Dalam hal ini yang diundang harus membawa beras sekitar 10 undem (batok/tempurung) dan diberikan kepada yang punya hajat.

Pada proses selanjutnya kebiasaan-kebiasaan (tradisi baru) ini meningkat sesuai dengan bertambahnya kesejahteraan masyarakat dalam segi materi. Sehingga cara gantangan ini juga bergeser dan diganti dengan bentuk "uang" yang dimasukkan ke dalam amplop. Banyaknya uang yang diberikan kepada yang punya hajat ini juga bervariasi, hal ini tergantung pada bentuk undangan yang diterima oleh yang diundang.

Misalnya bagi yang diundang dengan "Rokok A", maka pihak yang diundang harus memberikan uang yang dimasukkan kedalam amplop seharga dua kali lipat dari harga rokok tersebut atau boleh lebih. Hal ini menunjukkan suatu "prestise" bagi yang diundang. Apalagi jika bentuk undangannya dengan "Rokok B" yang harganya diatas "Rokok A" tadi, ini merupakan suatu kehormatan. Dengan demikian servisnya pun akan lebih dari biasa.

Yang unik pula "isi amplop" itu langsung dibuka ketika diterima oleh yang punya hajat, dan yang punya hajat telah membentuk panitia khusus untuk mencatat masuknya uang. Biasanya apabila tidak sesuai dengan undangan yang diberikan, maka suatu ketika/saat yang punya hajat akan menagih uang kekurangan kepada pihak yang diundang tersebut. Namun adakalanya jika yang diundang tidak hadir pada kenduri tersebut, biasanya dianggap utang oleh yang punya hajat.

Pada pertunjukan Jaipongan di daerah Subang, Karawang dan Bekasi keberadaan Sinden memegang peranan penting bagi kelangsungan pertunjukan tersebut. Karenanya selain menyanyi dan menari Sinden mempunyai jaringan yang sangat kuat dengan para Bajidor. Justru kehadiran Bajidor itulah yang menyemarakkan suasana arena pertunjukan Jaipongan. Melalui Bajidor, Sinden akan mengeruk uang, dan para penabuh termasuk penabuh kendang mendapat bagiannya masing-masing.

Maraknya arena pertunjukan tersebut karena terpenuhinya kebutuhan para Bajidor untuk berekspresi. Mereka tidak sekedar hadir tetapi juga karena hobi ingin menghibur dirinya sendiri dengan meluapkan kreasi. Berbekal kemampuan mereka dengan latar belakang yang berbeda, bagi yang mahir menari ia memperlihatkan kepiawaiannya melalui gerak-gerak yang unik atau muskil sekalipun. Keterampilan mereka itu tidak terbatas karena tergantung selera mereka, dalam hal ini penonton.

Dalam hiburan Jaipongan ada yang disebut "Jabanan" atau "Pamasak" yaitu kebiasaan memberi uang setelah selesai menari. Kalau dulu sekitar tahun 70 dan 80 top hitnya disebut "Gulinggem" yaitu mengambil dari suara tepakan atau tetabuhan kendang yang bunyi gaung akhirnya "Gem".

Tetapi kebiasaan ini di daerah Pantai Utara seperti Subang, Karawang dan Bekasi telah mengalami perubahan yang mencolok untuk mengeruk keuntungan dengan cara memanggil nama penonton. Hal itu dilakukan Sinden sambil menyanyi, lalu yang dipanggil namanya akan tampil ke depan bersalaman sambil memberikan uang. Ia mengangkat tangan ke atas sambil memperlihatkan setumpuk uang kemudian diberikan kepada Sinden lalu bersalaman. Adapun tingkah polah mereka (bajidor) pada waktu memberikan uang sambil berjabat tangan dengan keunikan gerak berbeda-beda.

Bagi Sinden dan Panjak dan para wiyaga (penabuh gamelan) dengan kedatangan para Bajidor yang berkantong tebal justru sangat menguntungkan. Bahkan di daerah Karawang dan Subang ada Sinden (primadonanya) hanya selama satu malam bisa mendapat uang dari hasil jabanan sekitar ratusan ribu rupiah.

Melalui jaringan Sinden terjadilah komunikasi timbal balik antara daerah lewat kesenian Jaipongan. Hal ini karena para Bajidor sebagian bukan saja warga setempat akan tetapi pendatang dari berbagai pelosok daerah (urbans) yang diundang langsung oleh sinden. Kehadiran para Bajidor ini menjadi top hit sebagai bintang tamu (hadir pada pertunjukan tersebut) karena panggilan Sinden.

Adapun Sinden primadona selalu diberi nama panggilan yang khas tergantung dari 'gaya' penampilannya dikala sedang menyanyi dan menari. Misalnya ada yang disebut "Si Dongkrak", "Si Gebot", "Si Undur-undur", "Si Bentang", dan lain sabagainya.

Pada tari jaipong ternyata tidak menghilangkan "nafas" atmosfir kerakyatannya, yakni ciri kebersamaan, semangat dan keceriaan serta unsur gerak 3 (tiga) "G" (Goyang, Geol, dan Gitek) yang merupakan esensi tarian ronggeng. Namun gerak Goyang, Geol dan Gitek ini dulu pernah dilarang. Tetapi karena kesenian ini akarnya dari rakyat jadi tetap hidup dan sampai kini merupakan bagian dari nilai artistiknya.

Jaipongan telah mampu menjangkau alam perasaan masyarakat luas dan tariannya mempunyai bentuk tersendiri. Cara penyajiannya yang komunikatif tanpa kehilangan integritas artistiknya. Kesenian Jaipongan adalah bentuk kesenian baru yang telah mendapat tempat dihati masyarakat sekaligus masih tetap diterima dilingkungannya. Hal ini karena Jaipongan selalu menampilkan unsur-unsur baru dalam mengkomunikasikan gagasannya. Jaipongan juga merupakan wahana ungkapan gerak yang merupakan ikatan batin antara individu, kelompok dan lingkungannya.


* Sumber: Tulisan Mas Nanu Muda, Penata Tari Khas Entertainment.