- MENGENAL SENI ANGKLUNG
13 Sep 2001 - 2:33 am
Angklung yang kita kenal saat ini adalah waditra yang terbuat dari ruas-ruas bambu. Cara memainkannya digoyangkan oleh tangan. Terdapat di seluruh daerah Jawa Barat. Di Banten angklung dimainkan dalam upacara ngaseuk (menanam benih padi di ladang).
Almarhum Ujo Ngalagena mengembangkan saung angklungnya yang merupakan salah satu objek pariwisata di Bandung. Ia mengembangkan angklung yang berlaras pelog, salendro dan madenda. Dalam pengembangan selanjutnya, angklung sering dimainkan secara massal (biasanya oleh anak-anak sekolah) dalam rangka menyambut tamu negara, memeriahkan hari-hari nasional, dsb, tetapi yang diatonis. Beberapa jenis angklung kami coba perkenalkan disini adalah angklung buncis, angklung bungko, angklung daeng dan angklung gubrag.
Dalam Angklung buncis biasanya yang tampil adalah rombongan yang membawakan lagu Buncis, disamping lagu-lagu lainnya. Angklungnya ada 9 buah, masing-masing disebut: Singgul, Jongjrong, Ambrung, Ambrung Panerus, Pancer, Pancer Panerus, Engklok, Roel dan Roel Panerus dilengkapi dengan rombongan penabuh dogdog terdiri dari empat buah dogdog. Disamping itu ada pula peniup terompet kendang penca. Para pemain angklung menabuh waditranya sambil bergerak dengan langkah beragam. Angklung Buncis terdapat di Ciwidey, Ujungberung, Banjaran dan Babakan Tarogong Bandung.
Angklung Bungko dalam memainkannya biasanya disertai tarian, dimainkan saat upacara nadran, ngunjung ke Gunung Jati dan Sedekah Bumi serta kaulan (nadzar). Jenis angklung ini berasal dari Desa Bungko yang terletak di perbatasan Cirebon dengan Indramayu. Angklung Bungko terdiri dari tiga buah angklung (dipercaya sudah 600 tahun). Waditra lainnya berupa tiga buah ketuk, sebuah gong besar dan sebuah kendang besar.
Adapun angklung daeng, merupakan angklung yang diciptakan oleh Daeng Sutigna. Angklung Daeng bertangga nada diatonis sehingga bisa menyebar ke seluruh Indonesia bahkan ke luar negeri. Sedangkan angklung gubrag terdapat di kampung Cipining, desa Argapura Cigudeg Bogor. Ditabuh sehubungan dengan ritual penanaman padi. Dipercaya bisa mempersubur pertumbuhannya. Terdiri dari 9 buah angklung yang besarnya berurutan dan dua buah dogdog lojor.
Sumber: Ensiklopedi Sunda.