- MENGAPA MASYARAKAT SUNDA DEWASA INI CENDERUNG TIDAK NYUNDA?Suatu telaah untuk menelusuri akar masalah dan mencoba mencari kemungkinan solusinya
14 Sep 2001 - 12:00 am
Untuk logika wacana, kita coba susun kerangka pemikiran yang sederhana saja, yaitu:
- Apakah yang menjadi cirinya orang Sunda yang Nyunda?
- Apakah Nyunda itu hanya suatu acuan moral/perilaku yang bersifat idealisme/ konsep, ataukah sudah pernah tewujudkan dalam aktualisasi aplikasi perilakunya?
- Bagaimana Nyunda yang Ngigelan dan Ngigelkeun Jaman?
Mungkin telaah awal bisa dimulai dari:
"Apakah yang menjadi cirinya orang Sunda yang Nyunda itu?"
Cukup sulit, karena orang Sunda pun adalah "manusia yang tentu bersifat Universal". Tetapi tentu harus ada penanda yang signifikan seperti apa urang Sunda nu Nyunda teh (yang membedakan dari etnis lain).
Mungkin bisa dipilah dalam tiga tataran:- Idea/pandangan hidup/way of life. Bagaimana orang Sunda menyikapi keberadaannya di DUNIA ini, dapat disimak dengan memahami cara Urang Sunda menerjemahkan kaidah 5 W & 1 H.
- Normatif, yaitu cara beretika/berfilsafat sebagai acuan daya nalarnya dalam menyikapi kehidupan di dunia (& akhirat).
- Aplikatif/aktualisasi/perilaku kesehariannya, ini akan sangat erat dengan etiket perwujudan tingkah laku kesehariannya.
Tentang butir (a):
Untuk sementara saya masih beranggapan (mengasumsikan) bahwa dalam tataran ini orang Sunda masih tetap NYUNDA. Untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya tentu harus diadakan penelitian yang cermat, kalau-kalau dalam tataran (a) sudah terkontaminasi virus yang mulai menggerogoti batang tubuh "way of life" Ki Sunda. Ini tentu satu wilayah yang harus direnang-selami oleh para pakar/pemerhati. Pada tulisan ini tataran (a) saya simpan dulu "teundeun di handeuleum hieum, sampeureun dina wanci nu mustari". Hanya perlu diingat benar, bila fondasi Tataran Ideal sudah terbongkar habis, maka hilanglah ETNIS SUNDA ITU.
Tentang butir (b):
Signifikansinya akan didapatkan dalam norma-norma/aturan-aturan hidup, yang terekam dalam aturan/normative di keluarga, lingkungan (formal non formal) maupun masyarakat luas. Ini bisa dikaji dari "yargon-yargon, motto, paribasa dan babasan" yang sampai saat ini masih digunakan secara aktif dan produktif di masyarakat.
Contoh yang mudah disimak misalnya, masih dimengertikah/dimaknaikah dan sejauh mana dijadikan pegangan hidup yargon SILIH ASIH, ASAH dan ASUH, Konsep CAGEUR - BAGEUR - BENER - PINTER. Ungkapan "Manuk hiber ku jangjangna, jelema hirup ku akalna" dan banyak lagi. Norma-norma ini terbungkus dalam bahasa dan seni/budaya Sunda. Ini sangat perlu disosialisasikan. Tetapi tentu harus melalui langkah terstruktur, misalnya:- Infentarisasi,
- Kodifikasi,
- Analisis,
- Re-aktualisasi,
- Re-vitaalisasi,
- Re-devinisi,
- Fill in,
- Dan mungkin modifikasi dan inovasi.
Saya berasumsi, bahwa dalam tataran (b) ini sudah mulai terkontaminasi oleh norma-norma non NYUNDA, misalnya, kaidah yang masuk dari faham-faham Filsafat Positivisme yang ekstrem, Hedonisme, Vitalisme ekstrem, Kapitalisme atau Fondamentalisme ekstrem. Dalam tataran (b) ini pun perlu diadakan kajian yang cermat, mungkin melibatkan seluruh pakar dari disiplin (IPOLEKSOSBUDHAMKAM-RELIGI).
Saya pikir pada tataran (b) ini sudah dengan mudah dapat kita deteksi dan infentarisir keadaannya. Bila hal ini memang sudah diperlukan adanya suatu usaha untuk mengatasinya, mungkin harus dimulai dari sosialisasinya, yaitu diawali dari dua arah yaitu, yang pertama berasal dari:- DASAR (bottom), ini melalui pola pendidikan dari TK-SD, Ibtidaiyah dan selanjutnya.
- ATAS (top), ini dengan pola keteladanan (paternalistik) yang dimulai dari para GEGEDEN dan para birokrat serta orang-orang TUA yang DITUAKAN.
Tentang butir (c):
Yaitu dalam perilaku yang tampak dalam keseharian. Pada tataran inilah yang sudah sangat banyak terkontaminasi SEHINGGA sepertinya TIDAK NYUNDA LAGI.
Adapun aktualisasi perilaku hanya bisa dikendalikan dengan ADANYA KESADARAN yang optimal. Kesadaran untuk berperilaku yang ETIS (berakhlak, bermoral). Kesadaran ini hanya didapatkan dari ASPEK KETELADANAN. Adapun sumber keteladanan hanya didapatkan dari:- KEKUATAN INTRINSIK (karakter), dan ini sangat mendasar (sunatulloh), hanya bisa dibangun dari dua aspek yaitu:
- "Religi/iman/takwa/du'a, ini berkaitan dengan pendidikan dalam keluarga (Bisa kerjasama dengan Pokja PKK, BKKBN, Majelis Ta'lim, Rukun Wargi, Arisan dsb, dan...
- Kekuatan seseorang untuk terus membentengi dirinya dengan moral/akhlak yang benar.
- "Religi/iman/takwa/du'a, ini berkaitan dengan pendidikan dalam keluarga (Bisa kerjasama dengan Pokja PKK, BKKBN, Majelis Ta'lim, Rukun Wargi, Arisan dsb, dan...
- KEKUATAN EKSTRINSIK, ini bisa berasal dari pergaulan.
Betapa kuatnya pengaruh lingkungan bisa disimak dari amuk masa yang merebak, kadang menjadi demikian mengerikan. Untuk mengatasinya di antaranya, mungkin perlu "gembong di antara mereka" bisa "dirangkul untuk diberi pengertian mengenai pengerahan masa yang baik/benar", dengan demikian diharapkan para gembongnya itu akan bisa mengendalikan kelompoknya. Hal ini sangat memerlukan adanya seseorang (birokrat, pimpinan, tokoh) yang kharismatik serta mampuh menjadi penaluk para gembong tadi). Ini bukan sesuatu yang teramat sulit, bisa diatasi misalnya oleh para Jawara/tokoh ormas/LSM tertentu.
Sumber ekstrinsik lainnya yang sangat berpengaruh adalah mass media, baik cetak, tv,radio maupun cyber. Media inilah sebetulnya yang paling besar pengaruhnya sehingga urang Sunda henteu NYUNDA deui. Hanya dua kemungkinan bisa dilakukan yaitu:- Kuatnya KESADARAN/dedikasi para pengelola mass media tersebut untuk bisa menghidangkan beritanya dengan arif dan bijaksana, ini sangat diperlukan adanya visi/misi dan orientasi yang menyeluruh dan jauh ke depan dari para penggiat mass media.
- Dan hal lain yaitu ditumbuhkannya kekuatan pada setiap individu untuk tidak mejadikan seluruh "KANYAHO" yang didapatkana dari Mass media itu berubah menjadi KARAKTER yang melekat pada dirinya. (Ini sungguh sangat sulit, terutama untuk menepiskan "kanyaho yang berdampak negatif" sebab bersifat sangat individual).
Sebagai ilustrasi, dengan keadaan bangsa dan negara kita yang sudah demikian terpuruk, (di kota besar saja berapa persen dari cacah jiwa urang Sunda yang bergelandangan di dalam kota), bisa dibayanagkan betapa parahnya mereka terkontaminasi virus yang sangat membahayakan yaitu ANOMI SKHIZOPRENIK, keadaan dimana manusia "tidak tahu lagi mana yang benar mana yang salah, mana yang halal mana yang haram sehingga terbelah kepribadiannya.
"Sungguh keadaan yang sangat mengenaskan pada saat ini tengah berlangsung secara kasat mata, tampak jelas manusia-manusia yang tengah bermetamorfose manjadi URANG SUNDA ANU BENCAR KAPRIBADIANANA, ANU GEUS TEU NYUNDA DEUI. Fisiknya manusia tetapi karakternya non Manusia. Astagfirullohhaladzim!
Bila kita simak, sebenarnya situasi yang serupa pun tengah melanda saudara kita dari Etnis lain., tengah mengalami kegamangan kepribadian etnisnya.
Tetapi akan sangat bermanfaat bila situasi yang mengkhawatirkan ini justru bisa dijadikan ajang kebersamaan untuk menyamakan visi dan misi dalam mengayunkan langkah bersama menuju kebangkitan kualitas setiap etnis. Insya-Allah, bukan tidak mungkin pada gilirannya kita dapat untaikan lagi Zamrut Khatulistiwa dalam rangkaian mutiara-mutira Etnis yang indah kemilau, bagi kemanusiaan di republik tercinta ini. Kehidupan yang Madani Mardotillah. Amin.
Disinilah peran sosial yang jelas arahnya dari adanya SundaNet.Com... Wilujeng!
Obrolan mengenai bagian II dan III, semoga ada kesempatan yad. Insya-Allah.
*** Drs. R.H. Hidayat Suryalaga
Sukasenang - 30/01/2001.
Mkl. 001.- Apakah yang menjadi cirinya orang Sunda yang Nyunda?