- Irawati DurbanSOSOK PENARI SERBA BISA YANG MENGKHAWATIRKAN KEPUNAHAN SENI DAN BUDAYA SUNDA DEWASA INI
11 Oct 2001 - 6:26 am
Irawati Jogasuria lahir di Bandung pada tanggal 22 Mei 1943. Masyarakat mengenal Irawati memiliki profesi sebagai penari sekaligus Penyebar dan Penggubah Tari. Irawati Jogasuria juga dikenal sebagai Desainer Interior. Dalam lingkungan keluarganya, cucu dari Rd. H. Kanduruan Zakaria Djajawikarta serta puteri Muchsin Jogasuria ini merupakan bungsu dari 10 bersaudara. Sejak kecil Irawati dididik mandiri dan disiplin oleh ibunya Rd. Suhaemi Nani yang berpendidikan Sekolah Belanda serta Pengelola Pabrik dan Toko Rumah Obat Karoehoen sejak bertempat tinggal di Jl. Kebon Kalapa yang kemudian menjadi Jl. Banjaran, dan sekarang bernama Jl. Mohammad Toha, Bandung.
Irawati mengawali pendidikannya sejak kecil bersekolah di Vroebel School atau Taman Kanak-kanak di Jl. Balonggede, lalu melanjutkan Sekolah ke Santa Angela sampai lulus SMA tahun 1961. Perguruan Tinggi ditempuhnya di Seni Rupa Institut Teknologi Bandung (ITB) Jurusan Arsitektur Interior tahun 1962 dan lulus tahun 1975 karena banyak kegiatan dengan pertunjukan keseniannya di luar negeri.
Ketertarikannya pada dunia tari diawali ketika belajar Tari Balet kepada Gina Melloncelli di Bandung pada tahun 1955. Pada tahun 1956-1963 belajar Tari Sunda kepada R. Cece Somantri di Badan Kesenian Indonesia. Di tempat yang sama Ira belajar Tari Serampang Dua Belas. Ketika berkesempatan ke Negeri Belanda Ira belajar Tari Bali kepada I Gusti Raka Astuti di Scheveningen, Holland, dilanjutkan kepada A.A.G.G. Bulantrisna Jelantik di Bandung. Irawati juga belajar Tari Topeng Cirebon kepada Dalang Topeng Sujana (1971), Nugraha Sudireja (1973), dan pada Dasih (1976). Selain itu juga Ira mempelajari Tari Jawa dari Martati Harnanto di Berkeley USA (1974). Karenanya selain menguasai Tari Sunda, Irawati juga menguasai Tari Topeng Cirebon, Balet, Tari Melayu, dan Tari Jawa.
Dengan keahliannya menari tersebut, selain pertunjukkan di dalam negeri sendiri, Irawati Jogasuari yang lebih dikenal kini dengan nama Irawati Durban berkesempatan untuk melanglang buana. Berbagai misi kesenian diikutinya, antara lain ke Chekoslovakia, Hongaria, Polandia, Rusia, Perancis, USA (selama 1 tahun dalam rangka New York World Fair di New York, tahun 1963-1964), Korea, Jepang, dan beberapa negara lainnya.
Di dalam negeri Ira sering diminta untuk menari di Istana Negara dalam acara menyambut tamu negara. Selain sebagai penari, Irawati juga pengajar tari. Ketika belajar tari pada Cece Somantri, Ira merangkap sebagai asistennya pada perkumpulan Tari "Rinenggasari" dan kemudian menjadi pelatih Tari Kreasi baru di "Viatikara" Bandung dan pernah mengajar Tari Sunda di Centre for World Musik di Berkeley, USA (1974).
Pada Tahun 1978 Irawati menjadi pelatih tari "Galih Pakuan". Irawati mengajar tari di ASTI sejak 1970. Kreasi tari yang digubahnya, antara lain: Tari Balon (Balet, 1956), Tari Arab (1959), Tari Bambu (1961), Tari Puspa Apsari (1977), Tari Simbar Kembar (1979). Bersama-sama dengan Indrawati Lukman menggubah Tari Rarangganis (1979). Irawati Durban juga merenovasi Tari Merak, Surengpati dan Surenggana (1965). Bersama Nugraha Sudireja menyusun Wayang Topeng Menak Jingga di Berkeley, USA (1974). Irawati juga sering diminta menjadi penatar, juri serta pembicara di berbagai seminar.
Sebagai Desainer Interior, Ira telah membuat Desain Permadani untuk Hilton Executive Club di Jakarta (1973). Desain Perumahan LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur (1976) bekerjasama dengan PT Eucona dan Perusahaan Amerika. Desain Interior Kantin PT Nurtanio (1978-1979), serta rencana interior Gedung Dewan Pertimbangan Agung di Jakarta.
Irawati Durban isteri dari Durban L. Ardjo dan dikaruniai dua orang putera dan puteri, ketika diminta pendapatnya mengenai perkembangan Seni dan Budaya Sunda saat ini mengatakan, Budayawan serta Seniman Sunda saat ini sudah diambang kepunahan. Hal ini dikarenakan sebagian besar dari mereka tidak mampu mewariskan kemahirannya kepada anak-anaknya sendiri. Anak-anak mereka kurang mengenal bahkan tidak menyukai Budaya Sunda. Selain itu juga menurut Ira, hal ini merupakan dampak dari kondisi dan pola hidup masyarakat, sistem pendidikan serta sistem pemerintahan dewasa ini yang tidak akomodatif bagi perkembangan Kebudayaan Sunda.
Minat, bakat serta kreativitas Irawati Durban kepada seni tari baik itu mencipta tari, kostum dan buku tari terus digali. Irawati juga mengajak kepada masyarakat lainnya yang berminat khususnya dalam hal bioenergi yang sangat berguna bagi pengembangan dan peningkatan kualitas kepribadian sesama. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan intelektual serta finansial yang dimiliki seseorang apabila disertai penampilan yang serasi terwadahi dengan kegiatan Pusat Olah Seni dan Terapi (POST) Aura yang dikelolanya sejak pertengahan tahun lalu. *****